Cerpen: Cinta Suci Untuk Ukhty

            Lantunan ayat cinta di ucapkan, menggetarkan hati stiap insan, menetesakan air mata keharuan, merasakan lezatnya iman, Fabi Ayyi alaairabbikuma Tukadziban ? maka nikmat tuhanmu yang manakah kau dustakan ? nikmatnya cinta, cinta yang bertasbih, bertasbih kepada tuhan, tuhan sang maha kasih, Sang maha cinta, mengasihi hambanya dengan berjuta-juta limpahan kasih, mencintai semesta alam dengan keagungannya.
            Mentari menyungging senyumnya yang indah nan rupawan, menandakan perayaan kali ini akan segera dimulai, perayaan kebanggaan kami para santriwan dan santriwati, ya sekarang Hari santri Nasional tepat tanggal 22 Oktober hari dimana eksistensi kami dihargai dibumi pertiwi.
            “Harul apa kau sudah siap, ayo sebentar lagi acara akan dimulai, ayo kita semarakan perayaan hari ini dengan semangat islami dan senandung Qurani”
            “Siap Usatdz”
            Sebenarnya kali ini aku sangat gugup, karena kali ini untuk pertama kalinya santriwan dan santriwati berkumpul dalam satu lapangan, sebelumnya tidak pernah terjadi seperti ini, karena gedung kami berbeda dan dibatasi tembok yang tinggi antara gedung kami dan gedung para santriwati. Aku mencoba untuk menenangkan diri, bershalawat agar aku bisa menjaga diriku dan menjalankan amanat sang ustadz dengan baik.
            Sekarang tepat pukul tujuh, Gadis cantik nan manis ini belum siap juga berangkat ke upacara.
            Tok.. tok.. tok.. “Assalamualaikum, Drina Ayo cepat .. kita sudah terlambat.”
            “iya Asma tunggu sebentar, aku sudah selesai kok”.sahutnya dari dalam.
            Beberapa saat kemudian, Drina sudah siap dengan seragam pesantrenya itu, ia segera berangkat menuju perayaan, ia termasuk orang yang sangat menantikan hari ini, karena ia sebagai santriwati pun bangga akan hari ini, Tentu ia tidak mau ketinggalan sedetik acara pun yang dilaksanakan hari ini.
            Para Santriwan dan santriwati mulai mengatur barisanya, dan tentu Drina ada dibarisan depan tepat bagian tengah sejurus dengan tiang bendera upacara.
            Upacara telah dimulai, aku tepat berada ditengah lapangan memimpin upacara ini hingga selesai, dan sekarang yai sesepuh kami sedang berceramah dengan untaian katanya yang penuh keindahan, namun yang disayangkan posisi ku berdiri tepat lurus ke arah santriwati, aku benar-benar gugup karna aku dari SD sudah terbiasa hidup di Pesantren dan jarang bertemu seorang wanita selain Bu nyai dan beberapa pengasuh kami, tapi secara tidak sengaja aku melirik ke arah barisan putri, dan entah mengapa mataku terpaku terhadap gadis tepat didepanku,
“Astaghfirullah apa yang kau lakukan, sekarang sedang upacara.. jangan sampai tidak fokus dalam upacara ini” sahut dalam bathinku.
            Tapi tubuhku tidak menghiraukan bathinku, aku menoleh kearah gadis itu sekali lagi, dan tidak sengaja secara bersamaan pandangan kami bertemu, gadis itu tersenyum padaku,Subhanallah indahnya ciptaanmu Tuhan, hatiku berdesir keras, aku langsung memalingkan wajahku, menyembunyikan wajah merahku yang tersihir akan keidahan Ciptaan sang Maha Cinta.
            Tanpa kusadari, romo yai telah menyelesaikan lantunanya yang indah itu, akupun hampir saja lupa akan tugasku berdiri disini, lalu aku bergegas menyiapkan Santriwan dan Santriwati dan dilanjutkan Doa.
            Upacara telah selesai, Para santriwan dan santriwati bubar dan kembali ke gedungnya masing-masing, pandanganku mencari-cari ke arah Santriwati, aku tidak menemukanya, dimana gadis itu ? lalu kulihat di dekat gerbang seorang gadis berjalan tepat didekat gerbang itu, itu dia.. lalu kulihat benda terjatuh dari tasnya. Aku mendekati gerbang itu, oh tidak ini bukunya.. sebuah buku berwarna merah muda, berlafadzkan Allah dan Muhammad didepanya. Kubuka halaman pertama tertulis Drina Rizkiatul Amaliya, Astaghfirullah apa yang aku lakukan, aku tidak bleh membaca buku ini, lalu ku tutup kembali buku ini.
            Gerbang telah ditutup, lalu bagaimana dengan buku ini, bagaimana aku bisa mengembalikan buku ini, entah kapan kami bisa berkumpul seperti tadi, aku pun kembali ke kamarku, aku berfikir keras bagaimana aku bisa mengembalikan buku ini, ini adalah sebuah amanah, mungkin sekarang ia sedang mencari buku ini, aku terdiam sejenak aku teringat saat upacara tadi disaat pandangan kami bertemu, senyumanya yang indah membuat hati pria manapun tergila-gila padanya. MasyaAllah, dalam doaku jika ia Drina Rizkiatul Amaliya adalah jodohku, pertemukanlah aku suatu saat nanti, dia gadis yang manis, senyumanya nan rupawan, wajahnya yang putih berseri melengkapi keindahanya. Hatiku berdesir lagi, dan aku pun tersenyum mengingat hal itu,
            Buku ini pun akan ku selalu bawa, mungkin suatu saat aku bisa bertemu denganya lagi.  
            Aku termasuk santri teladan di pesantren ini, aku sering membantu romo yai atas segala apa yang ia kerjakan, dan sekarang aku bersiap-siap pergi kerumah yai membawa arsip-arsip santriwan dan santriwati, rumah yai cukup jauh dari pesantren kami, butuh tiga puluh menit lamanya untuk pergi kerumah yai, dengan menggunakan sepeda motor tua ini aku pergi kesana,
            “Assalamualaikum, Yai ini Arsip-Arsipnya saya bawakan,” kataku
            “Waalaikumsalam, ayo masuk nak kedalam.. sudah datang ternyata nak Harul’’
            “enggeh yai”.. jawabku penuh takdzim
            “ayo nak harul duduk dulu, kan capek habis perjalanan jauh”
            “oyaa.. nduuk ayo buatkan teh, ada nak Harul datang kesini” tambahnya.
            Tiba-tiba keluar dari tirai gorden seorang gadis membawa nampan berisi dua gelas teh, aku tidak sengaja melihat ke wajahnya, oh tidaak dia gadis itu, gadis pemilik buku merah muda ini, aku terpranjat mengetahui bahwa ia adalah anak yai sendiri, aku menundukan kepalaku, tanpa berani menolehnya sedikitpun, wajahnya yang ayu, cerminan hatinya yang bersih dan suci,
            Tapi bagaimana pun caranya aku harus bisa mengembalikan buku ini, agar semua tanggung jawabku sudah hilang lagi, aku tidak mau menanggung beban ini, aku harus menuntaskanya hari ini juga.. lalu aku berkata kepada yai
            “yai saya boleh izin ke kamar mandi?”
            “iya silahkan nak, kamar madinya dibelakang”
Aku langsung kebelakang dan tak lupa dengan buku merah muda ini, ketika aku melewati dapur, aku lihat disamping kulkas meja persegi empat khas melayu disana, sepertinya sering dilewati orang-orangg. aku langsung menaruh buku itu dimeja makan yang berdekatan dengan pintu masuk tadi. Setelah keluar dari kamar mandi aku langsung pamit pulang, karena hari punsudah  menjelang sore.
**
            Lantunan suaranya yang indah, melafadzkan tiap ayat-ayat alquran, bibirnya yang fasih melatunkan ayat Allah dengan sedemikian indahnya, merdu nan indah menawan, beruntungglah lelaki yang bisa memilikimu kelak semoga Allah mempertemukanmu dengan laki-laki terbaik didunia ini sebagai imanmu kelak.
            “Shadaqallahul Adzim..”
            “Nduk ini bukumu ya, tadi ada dimeja makan “
            “oh iya bu, itu buku yang Drina cari dari kmarin.. Alhamdulillah akhirnya ketemu..”
            Tiba-tiba jatuh lipatan kertas dari buku merah muda itu, Drina lalu membukanya terdapat lantunan bait puisi didalamnya.
Untuk gadis yang indah senyumnya
Jikalau buku ini tak terjatuh
Tidak adalah untaian kata ini
Untaian kasih dari hati
Untuk Gadis yang menawan Wajahnya
Siapa menyangka bidadari pemiliknya
Beruntunglah adam yang memilkinya
Memiliki cinta suci seorang ukhty
Untuk Gadis yang Indah Akhlaknya
Maafkanlah kelancangan akhy
Jikalau Allah mengizinkan
Semoga kita bertemu lagi
                        Lantas drina terkejut membaca surat ini, ia tersenyum membaca setiap untaian kata dalam bait puisi itu, siapa yang menulis ini? Bagaimana bisa ? dan ia tersadar pria  itu.. ia langsung  bergegas keluar mencari pria itu.
            “ayah mana laki-laki tadi ?”
            “tidak ada nduk sudah pulang, baru saja.. ada apa ?”
            “tidak ada apa-apa yah”
Drina langsung kembali ke kamarnya, ia berulang-ulang kali membaca bait itu, meresapi tiap bait yang ada didalam tulisan itu, ia tersenyum bahagia .. siapakah laki-laki pembrani ini, oh iya tadi ayah memanggilnya Harul, dia pria yang baik, setidaknya aku tau siapa dia sebenarnya, ia rajin membantu ayah, pembrani, dan teringat kembali waktu itu.. dia yang berdiri dilapangan. Drina merasakan seperti ada getaran jiwa yang membara, desiran hati yang mengagumkan oh tuhan sungguh indah nikmat cintamu ini, kau ciptakan cinta untuk kami untuk berkasih-kasih menikmati cinta dari sang Maha cinta.
            Pada saat itu tiada lepas pun aku dari Istikharahku, dalam doaku memohon restu dariNYA, meminta petunjuk untuk kebaikan diriku dimasa mendatang.
***
            tiga hari kemudian, aku merasa seperti orang gila, aku tak tau, ini sudah tiga hari berlalu, pastilah ia sudah membaca surat itu, atau mungkin ia membuangya? itu tidak apa .. lalu bagaimana jika ia melaporkanku ke pak yai, haduh kau sungguh gila Harul, kau bertindak kelewatan batas apa yang akan terjadi jika itu terjadi, akankah yai mengusirku dari pesantren ini ?, ah tidak! Aku tidak mau, aku sangat mencintai pesantren ini, ini syurga kedua untuku, aku ingin diam disini mengajar santri hingga menikah nanti. Lebih baik aku shalat dulu untuk menenangkan diri ini.
            Tak lama kemudian, pesan berbunyi dari hape Harul, ia membukanya, dari nomor tak dikenal, sebenarnya ia malas membukanya karena tidak jelas siapa yang mengiriminya pesan, tapi ia mebukanya dan ternyata Drina mengirimi pesan indahnya
Untuk Pemuda yang pembrani wataknya
Besyukurlah aku jatuhnya buku ini
Merasakan untaian kasih
Dari pecinta kasih
Untuk pemuda yang gagah perawakanya
Siapa menyangka inilah tulang rusukku
Beruntunglah Hawa yang memilikinya
Memiliki cinta suci seorang akhy
Untuk pemuda yang Shalih perbuatanya
Terimakasihku atas kebranianmu
Jikalau Allah mengizinkan
Semoga kita bertemu lagi
            Aku terkejut bahagia, aku bersujud kepada Allah, terima kasih ya Allah kau tuhan yang maha agung, kau mempertemukanku dengan orang yang aku sayang, yang aku cinta.. kaulah sang maha cinta, sang maha kasih, mengasihi semua umatnya dari Nabi adam hingga Nabi Muhammad.
            Aku langsung membalas pesan darinya, “terima kasih yang sebesar-besarnya sudah membalas pesanya ukhty, perkenankanlah saya insaAllah akan mengkhitbah ukhty secepat mungkin, semoga Allah merestui kita.. Amin”
            Drina pun membalas “semoga Allah merestui kita, Amin”
Kebahagiaanku belum sirna, akulah orang terbahagia didunia ini, wajahku terang seterang rembulan. Senyumku cerah secerah mentari. Maka nikmat tuhanmu yang manakah kau dustakan?
            Aku langsung mengabari kedua orang tuaku meminta restunya, dan insyaAllah besok orang tuaku akan datang, lalu aku meminta restu yai, Alhamdulillah ia pun tampak senang, ya karena akulah yang paling dekat dengan romo yai di pesantren, dan ia nampaknya senang memiliki menantu sepertiku.
            Tepat seminggu kemudian, aku datangi rumahnya, bersama keluarga besarku, disinilah untuk pertama kalinya kami bertemu, aku duduk tepat dikursi yang hanya bisa diduduki dua orang, aku duduk disisi kanan kursi itu, beberapa menit, lalu datanglah bidadari itu, cantik dan moleknya, penampilanya yang anggun, berjilbab sungguh menawan. Akhirnya diputuskanlah hari pernikahan kami yakni bulan depan tepat dua belas Zulhijjah,.
            Beberapa hari menjelang hari pernikahan kami, aku  sering berkunjung kerumah pak yai, membicarakan tentang pernikahan kami, semua telah kami siapkan mahar, busana pengantin dan lain-lain. Aku sangat tidak sabar menanti hari itu. disinilah masa depanku akan dimulai, hidup berdua bersama istri dan bisa mengasuh di pesantren yang tercinta ini, oh sungguh indahnya mimpi itu.
            Sore itu, Asma dan Drina sedang berjalan-jalan , asma ingin menghabiskana waktunya untuk Drina saja,  karna sebentar lagi ia akan menikah dan entah kapan lagi ia bisa menghabiskan waktu dengan sahabat terdekatnya itu, hari telah semakin sore, mereka pun pulang.. dengan menaiki bus mini , bus itu melaju cepat, menyelusuri pegunungan yang indah, pepohonan yang rindang  dan hawanya yang sejuk,
            Tetapi tiba-tiba, dikala asyiknya merika melihat pemandangan dari kaca, tiba-tiba ban belakang meletus, bus bergoyang-goyang semua orang panik, semua berpegangan, berteriak, takbir sekeras-kerasnya, kita berada dipuncak yang dikelilingi jurang-jurang, sang supir panik dan akhirnya bis itu terprosok kejurang.
            Maghrib itu, aku dan pak yai sedang dirumahnya mengobrol sembari menunggu kedatangan Drina, tiba-tiba telepon pak yai berdering..
            “Assalamualiakum, halo ini dengan siapa ?”
            “Waalaikumsalam, halo pak.. apakah ini orang tua wali dari Ananda Drina Rizkiatul Amaliya ?”
            “iya denga saya sendiri”
            “kami dari pihak kepolisian, memberitahukan anak bapak mengalami kecelakaan dan sekarang koma di RS pusat bandung, saya harap bapak bisa datang kesini, kami tunggu secepatnya”
            “Apaaaaa…”
            Tak sengaja telepon itu terjatuh, semua orang dirumah terkaget-kaget ketakutan, apa yang terjadi sebenarnya hatiku merasakn ssesuatu yang tidak enak. Aku ketakutan setengah mati, aku tak mau kehilangan bidadariku.
            “Drinaaaa… Anakkkuu…”
“Drinaa kenapa yah.. katakan yang jelas ?” paksa ibu..
            “kecelakaan di Bandung”
            Sontak ibu kaget dan seketika itu pingsan, aku langsung membawanya kerumah sakit terdekat, pak yai menemani ibu, dan akan menyusulku jika ia sudah siuman. Aku langsung berangkat malam itu juga, aku tak bisa membayangkan apa yang terjadi sebenarnya, pernikahan kita sebentar lagi akan berlangsug, tetapi apa yang terjadi.. Ya Allah engkau sang maha kasih. Sang maha cinta, cobaan apa yang kau berikan pada kami, kami pecinta Asma mu, kami perindu Syurgamu .. kau biarkan kami menderita seperti ini…
            Hidupku hancur, impianku sirna.. hidupku tidak ada lagi, dia harapanku, bidadariku, tulang rusukku.. jangan kau tinggalkan aku, aku pemilikmu dan tetap memilikimu apapun yang terjadi.
            Tengah malam itu aku langsung sampai disitu, langkahku terhenti, melihatnya terbaring disana. Badan dan tanganya yang dilapisi perban-perban, aku tak sanggup melangkah, bidadariku sedang bertaruh nyawa disana .. apa yang bisa aku lakukan ..
            Tiba-tiba dokter datang, mengatakan bahwa Drina sedang dalam masa kritis, ia kekurangan banyak darah, dan dokter masih berusaha berjuang memulihkanya. Keesokanya ayah dan ibunya datang, mereka menangis sejadi-jadinya akan apa yang terjadi pada anaknya itu, kami semua berharap ia cepat siuman dan bisa sadar kembali,
            Sudah sebulan ia koma, aku mulai khawatir akankah dia bangun, aku selalu menemaninya disepanjang malam, mendoakanya selalu agar dapat segera siuman, tak akan ku tinggalkan ia sendirian, dialah bidadariku.. aku akan selalu ada disisinya selama-lamanya.
            Malam itu, aku duduk disisinya melatunkan ayat Alquran.. menangis penuh harap agar ia terbangun. Selesai membaca Alquran, untuk pertama kalinya ku pegang tanganya yang putih dan bersih itu, aku pegang tanganya.. “Bangunnn.. Banguuunlah Ukhty,,, Banguunlah Demi aku, aku menunggumu disini, aku menangis memegang erat tanganya..
            Tiba-Tiba  Ia membalas peganganku.. Aku kaget bercampur Bahagia.. ia berkata dalam tidurnya.. “Allaah.. Allah.. Allah..” . aku kaget mendengar kata-kata itu apa yang sedang dialaminya, di dunia sana.. aku tetap memegang erat tanganya melatunkan doa-doa yang dibacanya.. lalu kembali tidur lagi..
            Dan aku terkejut lagi ketika ia menyebut namaku.. “Harul.. harul.. Harul..”
Aku langsung menyaut “iyaa Drina, Bidadariku, aku disini.. Bangunlaah.. aku menunggumu Disini.. Bangunlah demi cinta kita berdua”
            Beberapa saat kemudian tiba-tiba ia sadar matanya menangis, ayah ibunya langsung memeluk erat dirinya, aku sangat bersyukur oh bidadariku kau sadar, kehidupanku kembali lagi, Duniaku, Sungguh aku tak bisa hidup tanpamu, cinta kita suci, suci dalam keabadian.
            Beberapa minggu kemudian, setelah ia sehat sepenuhnya, kami pun melangsungkan pernikahan di Masjid pesantren kami, oh Allah sekali lagi aku merasakan nikmat cintamu, kaulah sang maha Kasih, kaulah janji suci cinta kami, maka nikmat tuhanmu yang manakah kau dustakan? Nikmatmu sungguh indah, inilah cinta suciku untuk ukhty, dan cinta pun bertashbih.

Penulis: Muhammad Dzikrullah

Travel and Culinary Blogger, Copywriter, and Arabic Teacher.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version